Cari Blog Ini

Laman

Jumat, 27 Agustus 2010

Sampuraga (1)

Dari Sirambas Pindah Ke Longat


Oleh: Aziz AR. Panjaitan

  Tulisan ini berawal dari perjalanan penulis ziarah ke makam Syekh Musthafa Husein, seorang pendiri Pesantren Tradisional yang berdiri sejak Tahun 1912, bernama Musthafawiyah. Terletak di Desa Purba Baru, Kecamatan Kota Nopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara.

   Usai ziarah dari pesantren yang sempat memiliki santri sebanyak 12 ribu orang pada Tahun 1992 ini, penulis mengitari perkampungan di lereng gunung berapi aktif, bernama Sorik Merapi. Banyak sumber air panas di sekitar daerah ini. Namun sayang, tempat ini tidak terkelola dengan baik dan benar menjadi salah satu objek tujuan wisata alam.

   Sekitar 15 KM dari lokasi Sorik Merapi, ternyata masih ada potensi alam yang juga tidak dikelola dengan baik dan benar. Ironinya, tempat yang satu ini sangat melegenda dalam cerita rakyat di Sumatera Utara hingga siantero Indonesia.

   Bahkan baru-baru ini, pementasan Opera Batak, Sabtu Malam tertanggal 3 Juli 2010 di Teater Arena Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, sekitar Pukul 19.30 WIB, bersama sang Sutradara Enrico Alamo, mengangkat cerita rakyat Sampuraga. Menceritakan tentang Anak Durhaka dan dikutuk menjadi Kolam Air Panas di Desa Sirambas, Kecamatan Penyabungan Barat, Kabupaten Madina.

   Opera Batak atau kesenian tradisional ciptaan Tilhang Oberlin Gultom (almarhum) ini muncul kembali ke tengah publik, justru di kampus institut seni terkenal. Melibatkan para pemain Teater Sakata, Padangpanjang, dan para pemusik asli dari Tapanuli.

   Namun sayang, lokasi yang disebut-sebut tempat terjadinya legenda yang sangat terkenal itu, kini hampir seluruhnya dibalut semak belukar. Legenda yang berasal dari petuah-petuah (sastra lisan) orang-orang tua di Desa Sirambas itu, konon melahirkan legenda baru, anak si Sampuraga yang terletak di Desa Longat, masih bertetangga dengan Desa Sirambas.

  Cerita orang-orang tua di Desa Longat, di salah satu tempat di Desa itu, persisnya melewati pinggiran bandungan irigasi, lalu melintasi perkebunan kakao (coklat) milik penduduk setempat terdapat sumber air panas yang luapannya lebih dahsyat dari lokasi Sampuraga Lama (Sampuraga di Desa Sirambas). Namun dilokasi ini tidak terdapat relif, bangunan atau petunjuk terjadinya legenda, seperti yang terdapat di Desa Sirambas.

   “Lokasi sampuraga lama sudah tidak dirawat. Apalagi luapan air panasnya mengecil. Orang banyak berkunjung kemari. Tempat ini dikenal dengan sebutan anak Si Sampuraga. Jalan cerita legenda si Anak Sampuraga sama saja dengan cerita Sampuraga sebelumnya. Hanya beda lokasi dan istilah saja,” kata penduduk sekitar, memberi keterangan kepada penulis.

   Benar saja, di lokasi Sampuraga Lama yang dahulu sangat terkenal itu, kini tidak ada lagi petunjuk jalan, meski jalan menuju lokasi sama-sama persis mengitari bendungan irigasi. Petunjuk lokasi bertuliskan ‘Sampuraga’ itu lebih jelas di Sumber Air Panas di Desa Longat. (Bersambung)

Keterangan Photo
LONGAT : Pengunjung (25/7) melihat sumber air panas di Longat, yang disebut warga sekitar sebagai lokasi Anak Sampuraga. (photo/ red)

Tidak ada komentar: