Cari Blog Ini

Laman

Minggu, 31 Januari 2010

Editorial

Editorial

PENYAKIT LANGKA


Sudah langka, mahal lagi. Begitu yang terjadi terhadap kondisi jual Minyak Tanah (Mitan) dan Gas Elpiji di pasaran sekarang.

Hal ini lebih daripada efek negatif masa peralihan atau konversi dari Mitan ke Gas. Didongkrak atas kecerdasan pengelola bangsa dan pemerintahan secara menyeluruh (dari atas kebawah dan sebaliknya) yang tidak cerdas dan sangat tidak popular.

Serasa kembali ke tahun enam puluhan. Disaat warga antrian panjang demi mendapatkan beras dan ikan asin kepala batu. Mata bathinpun bertanya, adakah ini zaman modern yang memasuki Era Afta, atau zaman purba yang serba sulit dan konvensional yang kekolot-kolotan.

Rakyat terpedaya. Kemodrenan dan kemajuan bangsa atau daerah ini ternyata hanyalah goresan lipstick. Kenyataannya kita tetap sulit, susah, merana, dan tidak sejahtera. Lantunan lagu lawas Bang Oma (Rhoma Irama), “yang kaya makin kaya dan miskin makin miskin” semakin nyata terjadi dipelupuk mata. Tapi ironinya, jarang sekali para penentu kebijakan di republik yang kita cintai ini mau peduli. Mereka terlena dengan jabatan masing-masing, atau asyik bermain politik untuk kepentingan diri pribadi dan kelompoknya.

Oh…Mitan dan gaskoe. Gubsu bilang, katanya ada spekulan dan mafia yang bermain. Tapi siapa ya…?. Kok nggak ketangkep. Atau, jangan-jangan kita semua telah berubah menjadi spekulan dan mafia itu. Satu ide hanya lain pekerjaan saja.

Atau jangan-jangan kita terkadang juga spekulan dan mafianya. Tapi karena orang lebih dahulu jadi spekulan, berarti kitalah yang tertipu. Mungkin suatu saat kita berlomba lebih dahulu jadi spekulannya, lantas orang yang tertipu.

Sekarang di Asahan semuanya akan menjadi serba langka. “Kabupaten Langka”. Air untuk minum dan bersih-bersih, langka. Mitan dan Gas untuk masak, Langka. Sebentar lagi mungkin mencari pemimpin yang tidak mau korupsi atau anti korupsi, juga akan jadi…LANGKA.

Pokoknya yang baik-baik, berbuat yang benar-benar, lambat laun jadi…LANGKA. Orang pintar…LANGKA yang ada dan laku justru kepintaran. Orang bijak…LANGKA, yang banyak justru terlalu bijak atau kebijak-bijakan. Orang peduli…LANGKA, yang muncul ke publik purak-purak peduli.

Tapi sebenarnya Minyak Tanah dan Gas bisa tidak LANGKA. Tapi yang ada, justru dilangka-langkakan. Supaya ada yang untung dan ada yang buntung. Sulit memang, ketika naturalism hati nurani kita telah ternoda. Sehingga bongkahan kelakuan yang terlihat hanyalah kebohongan dan purak-purak saja. Sebab kita jarang menyadari kalau kita telah terserang penyakit…LANGKA. (red)

Tidak ada komentar: